Pemahaman api sebagai lambang
manifestasi Deva Agni dalam upacara Agnihotra pada Sai Study Group Kabupaten
Bangli memiliki fungsi sebagai berikut :
- Sebagai
inti Yajna
- Sebagai
perantara pemuja dengan yang dipuja
- Sebagai
penyucian
- Sebagai
penerang
- Sebagai
sumber energy
4.3.1 Agnihotra sebagai inti Yajna
Upacara Agnihotra disebut sebagai inti Yajna
ditinjau dari fungsi Deva Agni atau
unsur api yang tidak dapat dilepaskan dari upacara Agnihotra itu sendiri. Hal
ini bisa dilihat dalam Rgveda Mandala
satu (I), Sukta satu (I), Mantra satu (1) yang berbunyi :
Om Agni mile purohitam
Yajnasya devam rtvijam
Hotaram ratnadhatanam
Artinya
:
Oh
Deva Agni, Engkau sebagai pendeta
utama, dewa pelaksana upacara Yajna kami
memuja-Mu, Engkau pemberi anugerah berupa kekayaan yang utama.
Mantra
di atas mengandung makna bahwa Deva Agni merupakan pemimpin atau pendeta utama dalam suatu
penyelenggaraan Yajna, maka dapat
disimpulkan bahwa tanpa Dewa Agni semua upacara persembahan akan menjadi
sia-sia. Lebih ditegaskan lagi bahwa Dewa Agni sekaligus berfungsi sebagai
pelaksana yadnya, hal ini semakin memperkuat bahwa Agni menjadi pokok upacara
persembahan. Pada pelaksanaan upacara Agnihotra,
semua persembahan dituangkan langsung ke dalam api yang diumpamakan sebagai
lidahnya Manusia Kosmos (Tuhan) dalam kitab Purana dan Upanisad, sehingga
apapun yang dipersembahkan dalam upacara Agnihotra
langsung ditujukan pada Tuhan itu sendiri.
Selain
itu, Yajna yang dimaksud disini juga tidak selalu identik dengan pelaksanaan
ritual-titual dengan sarana upacara upakara saja. Seperti yang dikutip dari
makalah Drs. I Ketut Donder, M.Ag pada acara seminar Agnihotra, tanggal 18
Oktober 2008 :
Agama
Hindu tidak bisa lepas dengan ritus (ritual), bahkan agama Hindu sangat kental
dengan julukan sebagai agama Ritus atau agama Ritual. Julukan itu tidak buruk,
malah lebih baik daripada julukan agama Politik atau agama kaku. Sepintas bagi
sebagian penganut Hindu, terutama yang baru sedikit memahami hakekat ritus
mungkin marah mendengar julukan agama Hindu sebagai agama Ritual atau agama
Upacara. Namun bila ditelusuri secara lebih jauh tentang hakikat ritual, dan
hakikat ajaran agama Hindu yang bersumber dari Veda yang terdiri dari empat
Veda, yaitu; Rgveda (doa), Samaveda (nyanyian), Yajurveda (korban), dan
Atharvaveda (fenomena) semua itu sesungguhnya berintikan ritus dalam pengertian
persembahan kepada Tuhan (Esensi Tuhan). Doa sesungguhnya ritual, menyanyikan
nama Tuhan juga adalah ritual, korban suci adalah ritual, pembuktian energy
semesta yang berpusat pada Tuhan juga ritual, seluruh tindakan adalah ritual
(Bhagavadgita IX.27). Bahkan pelaksanaan seminar bagi para intelektual
sesungguhnya adalah ritual akademik (Donder,2008:3).
Dari
kutipan di atas, seluruh tindakan manusia adalah ritual yang dipersembahkan
kepada Tuhan. pada pengertian ini, pengamalan dharma juga merupakan suatu
bentuk Yajna yang dapat dilakukan oleh manusia. Seperti yang disebutkan dalam
Lontar Wrehaspati Tattwa 25 :
Sila yajnâm tapo danam prabâya bhiksu
revaca
Yogascapi savasena dharmasyeka
vinirmayah//
Dharma ngaranya : sila ngaraning mangaraksa
acara rahayu, yajna ngaraning manghadaken homa, tapa ngaranya umati indriyanya,
tan wineh ring wisanya, dana ngaranya wineh, pravrjya ngaraning wiku anasaka,
bhiksu ngaraning diksita, yoga ngaraning magawe Samadhi, nihan pratyekaning
dharma ngaranya nihan tang jnanan ngaranya (25)
Terjemahan :
Pelaksanaan
Dharma meliputi : (Sila melaksanakan tingkah laku yang baik, yajna berarti
melaksanakan upacara Homa (Agnihotra). Tapa berarti mengendalikan indria, tidak
terikat kepada obyeknya. Dana berarti memberi (pemberian sesuatu kepada yang
memerlukan). Pravrja berarti pandita yang melakukan puasa (pertapaan), Bhiksu
berarti yang melaksanakan dwijati, yang menjadi pandita. Yoga berarti
melaksanakan meditasi. Demikianlah bentuk realisasi pengamalan dharma)
(Aripta,2007:5-6).
Dari kedua sumber di atas, kembali diingatkan fungsi
Agnihotra sebagai inti yajna. Selain sebagai ritual yang tidak bisa terlepas
dari api/Deva Agni yang merupakan
pemimpin atau pendeta utama dalam suatu penyelenggaraan Yajna dan sebagai
pelaksana yadnya, upacara Agnihotra juga merupakan salah satu bentuk realisasi
pengamalan dharma yang merupakan yajna utama dalam kehidupan sehari-hari.
4.3.2 Agnihotra sebagai perantara pemuja dengan
yang dipuja
Setiap manusia
khususnya umat beragama memiliki tingkat spirtualitas yang berbeda satu dengan
yang lain. Bagi orang yang memiliki tingkat Jnana
dan Wijnana yang tinggi, mungkin
tidak memerlukan sarana sebagai perantara dalam memuja Tuhan. Namun pada umumya
simbol-simbol dan sarana-sarana perantara masih banyak ditemui dan tidak mudah
untuk ditiadakan.
Api (Deva Agni) khususnya dalam Upacara Agnihotra memiliki posisi sebagai perantara untuk menghadirkan para
Deva yang dipuja oleh umat. Hal ini
dapat dilihat dalam mantra Regveda sebagai
berikut :
Agnih purvebhir rsibbhir
Idhayo nutanair uta
Sa devam cha vaksati
(Rgveda 1.
1.2)
Artinya
:
Oh
Deva Agni, Engkau dipuja oleh para maharsi
utama di masa lalu, masa kini, dan masa akan datang. Semoga Engkau
menghadirkan para Deva di tempat upacara ini.
Api atau Deva Agni merupakan Deva
yang dipuja oleh para Maharsi dengan tujuan untuk menghadirkan para Deva ke
tempat pelaksanaan upacara Yajna. Api/Deva Agni dianggap mampu untuk
menghadirkan para Deva tersebut. Inilah mengapa api/Deva Agni disebut sebagai
perantara pemuja dengan yang dipuja. Jika di Sekala-kan, api/Deva Agni memiliki kedudukan seperti Pendeta, yang
menjadi perantara umat dengan Tuhan-nya. Oleh karena itu, Pendeta yang memimpin
upacara dianggap sebagai perwujudan Siwa Raditya. Pendeta pada saat itu
menghidupkan api jnana-nya melalui
ekspresi mantra Astra dhupa dipa mantra.
Adapun yang mantra-nya adalah sebagai berikut :
Om
ang dhupa dipa astray namah
Terjemahan
:
Sembah sujud kepada Tuhan, Brahma
dhupa dan dipa.
Selain itu, ditekankan juga bahwa upacara
Agnihotra sebenarnya belum pernah padam, tetapi mengerdil atau menyusut dalam
bentuk pedupaan atau pasepan, tetapi kedudukan dan peranannya sangat penting
dalam setiap upacara, sebagai perantara penyembah dengan Tuhan atau Dewa-Dewa.
4.3.3 Agnihotra sebagai penyucian
Kesucian merupakan
tujuan dari semua agama, baik itu kesucian secara lahir maupun batin, yang juga
merupakan salah satu upaya untuk menngkatkan kwalitas spiritual. Kesucian tidak
bisa datang sendiri, namun setiap manusia harus berusaha dan berbuat untuk
memperoleh kesucian itu.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan
untuk memperoleh kesucian itu. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan melaksanakan upacara Agnihotra. Upacara Agnihotra dapat digunakan untuk
membersihkan diri secara mental spiritual seperti yang dinyatakan di dalam
lontar Silakrama, sloka 41 sebagai berikut:
Suddha
ngarannya enjing-enjing madyus asuddha sarira, masurya sevana, amuja, majapa,
mahoma.
Terjemahan:
Suci
namanya setiap hari membersihkan diri, memuja Surya, berbakti, berjapa, mahoma
(Agnihotra)
(Jendra
dan Titib, 1999:48)
Fungsi Agnihotra untuk menyucikan
juga dinyatakan dalam Kekawin Ramayana Sarga I.25 sebagai berikut:
Lumekas ta sira mahoma
Pretaadi pisaca raksasa minantra
Bhuta kabeh inilagaken
Asing mamigna
rikang yajna
Terjemahan
:
Mulailah
Beliau (Raja Dasaratha) melakukan Homa (Agnihotra)
Roh
jahat dan sebagainy, picasa dan raksasa dimantrai
Bhuta
kala diusir semua
Segala
yang mengganggu upacara korban dilenyapkan.
Dari
kedua sloka di atas, dapat dipahami bahwa upacara Agnihotra memiliki tujuan
untuk penyucian, baik itu untuk penyucian diri (batin, pikiran), maupun untuk
penyucian lahir (lingkungan).
4.3.4 Agnihotra sebagai penerangan
Fungsi upacara
Agnihotra sebagai penerangan dapat dilihat secara nyata dengan pemahaman bahwa
api merupakan salah satu sumber cahaya. Cahaya atau sinar merupakan salah satu
factor yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Dengan cahaya manusia dapat
melihat. Benda-benda di sekeliling manusia manusia memantulkan cahaya dan
ditangkap oleh mata manusia sehingga manusia dapat melihat benda-benda
tersebut.
Dalam prosesi upacara
Agnihotra dilakukan antara lain dengan mempersembahkan “kayu bakar/samidha”,
kayu bakar merupakan symbol kebodohan. Kayu ini sebagai symbol pikiran bodoh
dibakar oleh api sebagai symbol Deva Agni, sebagaimana salah satu sifat Agni
adalah dharmanya membakar/melalap apa saja yang ada didepannya (Sarvabhaksa)
lalu membuatnya berubah menjadi partikel-partikel pembentuknya dibawa ke atas
bersama asap dan yang tersisa hanyalah abu di dalam kunda, yang mana kunda
merupakan lambang kesadaran itu sendiri (Suja dalam Asri,2008:121).
Dalam Kitab suci Bhagavadgita
disebutkan :
Yathaihāmsi
samiddho’gnir
Bhasma-sāt
kurute ‘ rjuna
Jñānāgnih sarva
karmāni
Bhasma-sāt
kurute tathā
(Bhagavadgita
IV.37)
Terjemahan
:
Bagaikan
api menyala, wahai Arjuna
Yang
membakar kayu api menjadi abu
Demikian pula api ilmu pengetahuan membakar, segala
karma menjadi abu.
Upacara Agnihotra disebut memiliki fungsi sebagai
penerangan selain karena api sebagai salah satu sumber cahaya, juga karena pada
prosesi upacara Agnihotra terdapat symbol pembebasan diri dari kebodohan
(Awidya). Kebodohan/Awidya merupakan kegelapan yang menyeliputi diri manusia
sehingga manusia merasakan penderitaan di dunia/alam sekala ini. Dengan
melenyapkan kebodohan ini, maka manusia akan membuka kesadarannya.
4.3.5 Agnihotra sebagai sumber energy
Energy adalah kemampuan
untuk melakukan kerja atau usaha (Wibowo,2007:24). Tanpa kita sadari,
sesungguhnya kita hidup dalam lautan energy, semua disekitar manusia adalah
energy. Manusia menggunakan energy ketika berjalan, menendang bola, mengangkat
barang, dan lain sebagainya. Bahkan ketika tudur pun manusia menggunakan
energy. Energy merupakan salah satu factor pendukung kehidupan manusia.
Energy ini tidak dapat diciptakan
maupun dimusnahkan (Hukum Kekekalan Energi). Namun energy dapat berubah. Pada
upacara Agnihotra, partikel-partikel hasil pembakaran dari persembahan (kayu
dan ghee) akan bersatu dengan energy dan menutupi lapisan ozon dan melindungi
atmosfer, sehingga hal-hal negative seperti global warming atau pemanasan
global akibat menipisnya lapisan ozon dapat dicegah.
Dalam Yajurveda III.3 disebutkan sebagai berikut :
Tamtvâ samibhir angiro ghrtena vardayamase/
Brihacchocâ
yavisthya svâha idam agnaye angirase idam na mama//
Terjemahan
:
Oh
Tuhan, kami menyalakan api suci dengan kayu dan ghee. Semoga api ini masuk ke
dalam partikel-partikel terhalus dan memecahnya menjadi komponen-komponen
kecil, partikel-partikel halus bersatu dengan energy yang melenyapkan akibat
negative atmosfer.
Oh
Tuhan, semoga tindakan kami ini memberi kesehatan, kekayaan, dan kebahagiaan
kepada semua mahluk hidup. Semua ini bukan untuk saya.
(Aripta,2007:43)
Sumber: Berbagai Sumber